Categories
Intermezzo

7 Fakta Seputar Penghentian Proyek Reklamasi di Teluk Jakarta

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “7 Fakta Seputar Penghentian Proyek Reklamasi di Teluk Jakarta”, 

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/27/07522331/7-fakta-seputar-penghentian-proyek-reklamasi-di-teluk-jakarta.

Penulis : Nursita Sari

Editor : Egidius Patnistik

JAKARTA, KOMPAS.com – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan total proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Dia mengumumkan penghentian proyek reklamasi itu di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (26/9/2018) kemarin.

1. Penuhi janji kampanye

Dengan penghentian proyek reklamasi itu, Anies memenuhi janji kampanyenya bersama Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Dalam beberapa kesempatan selama masa kampanye itu, Anies sering mengungkapkan niatnya menghentikan reklamasi dan menyelamatkan nelayan di Jakarta Utara. Baca juga: Gubernur DKI Hentikan Proyek Reklamasi, Izin 13 Pulau Dicabut Dia dan Sandiaga menolak reklamasi karena dapat memberikan dampak buruk kepada nelayan dan lingkungan. “Seperti yang kami janjikan ketika pilkada kemarin, bahwa reklamasi dihentikan, hari ini kita tuntaskan,” kata Anies, kemarin.

2. Izin 13 pulau dicabut

Penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta dilakukan dengan mencabut izin 13 pulau yang belum dibangun. Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta bentukan Anies mulanya memverifikasi semua kegiatan reklamasi, termasuk izin-izinnya. Hasil verifikasi menunjukkan, para pengembang yang mengantongi izin reklamasi tidak melaksanakan kewajiban mereka. Namun, Anies tidak merinci kewajiban-kewajiban apa saja yang tidak dilaksanakan para pengembang. “(Sebanyak) 13 pulau yang sudah mendapatkan izin untuk dilakukan reklamasi, setelah kami lakukan verifikasi, maka gubernur secara resmi mencabut seluruh izin pulau- pulau reklamasi tersebut,” kata Anies. Tiga belas pulau reklamasi yang dicabut izinnya adalah  Pulau A, B, dan E (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah); Pulau H (pemegang izin PT Taman Harapan Indah); Pulau I, J, K, dan L (pemegang izin PT Pembangunan Jaya Ancol); Pulau I (pemegang izin PT Jaladri Kartika Paksi); Pulau M dan L (pemegang izin PT Manggala Krida Yudha); Pulau O dan F (pemegang izin PT Jakarta Propertindo); Pulau P dan Q (pemegang izin PT KEK Marunda Jakarta) Tidak semua pulau akan dibangun oleh satu pengembang. Ada beberapa pulau yang dibangun berdasarkan kerja sama dua pengembang.

3. Izin 4 pulau tak dicabut

Berbeda dengan 13 pulau yang belum dibangun, izin empat pulau reklamasi yang lainnya tidak dicabut. Empat pulau itu yakni Pulau C, D, G, dan N. Anies tidak mencabut izin keempat pulau itu karena sudah telanjur dibangun. “(Pulau) C, D, G, dan N, sudah jadi. Gimana (mau cabut izin), sudah jadi,” kata dia. Baca juga: Telanjur Dibangun, Izin 4 Pulau Reklamasi Tak Dicabut Nasib empat pulau reklamasi yang sudah dibangun akan ditentukan melalui peraturan daerah (perda) yang akan disusun Pemprov DKI Jakarta. Perda itu akan mengatur secara detail tata ruang dan potret wilayah di pulau-pulau reklamasi yang sudah dibangun. Perda itu juga akan mengatur soal pemulihan wilayah Teluk Jakarta, terutama pada aspek perbaikan kualitas air sungai, pelayanan air bersih, pengelolaan limbah, dan antisipasi penurunan tanah atau land subsidence. Anies memastikan, pulau-pulau reklamasi yang sudah dibangun akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.

4. Anies siap digugat

Anies menyatakan dia siap digugat setelah memutuskan untuk mencabut izin 13 pulau reklamasi di Teluk Jakarta. “Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk menggugat keputusan pemerintah. Kami siap menghadapi,” tutur dia. Menurut dia, pencabutan izin pulau reklamasi sudah sesuai prosedur. Selain mencabut izin pulau yang belum dibangun, Pemprov DKI juga masih menyegel bangunan-bangunan di atas pulau reklamasi yang sudah dibangun. Soal adanya konsumen yang sudah membeli bangunan di sana, Anies menyebut itu urusan pengembang dan konsumen. “Di dalam negara hukum, ada aturan yang mengatur setiap transaksi, selesaikan sesuai dengan ketentuan. Transaksinya antar kontraktor dengan pembeli, itu selesaikan saja, karena kami bukan pihak di situ,” ujar Anies.

5. Nasib kontribusi tambahan yang telah dibangun

Beberapa pengembang reklamasi telah membangun infrastruktur sebagai kontribusi tambahan, seperti rumah susun, jalan inspeksi, dan lainnya. Padahal, para pengembang itu belum membangun pulau reklamasi dan baru mengantongi izin pembangunannya. Izin itu kini dicabut. Baca juga: Cabut Izin 13 Pulau Reklamasi, Gubernur DKI Siap Digugat Menurut Anies, Pemprov DKI tetap akan mencatat kontribusi tambahan yang dibangun pengembang tersebut sebagai aset DKI. Infrastruktur yang sudah dibangun itu akan menjadi tabungan kontribusi tambahan untuk para pengembang. “Nanti akan diperhitungkan bila mereka melakukan pembangunan dan perlu kontribusi tambahan, maka itu bisa diperhitungkan,” kata dia.

6. Koordinasi dengan Menteri LHK

Ketua TGUPP Bidang Pengelolaan Pesisir Marco Kusumawijaya menyebutkan, Anies telah berkoordinasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar soal keputusannya mencabut izin 13 pulau reklamasi. “Minggu lalu kan Pak Gubernur ketemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di situ kami sampaikan dan Ibu Menteri mengatakan, apa yang dilakukan atau yang menjadi kebijakan sudah koheren istilah beliau, maksudnya koheren itu sejalan,” ujar Marco. Marco menambahkan, pencabutan izin pulau reklamasi sepenuhnya merupakan wewenang gubernur DKI. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Menurut Marco, Pemprov DKI juga akan berkonsultasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membahas tata ruang laut di sekitar pulau reklamasi. Sementara untuk tata ruang di daratan pulau reklamasi yang sudah dibangun, Pemprov DKI akan berkonsultasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN).

7. Bangunan di pulau reklamasi disegel

Sebelum reklamasi dihentikan, Anies menyegel 932 bangunan di Pulau D pada 7 Juni lalu. Bangunan-bangunan itu disegel karena tidak mempunyai izin mendirikan bangunan (IMB). Sebanyak 932 bangunan tersebut terdiri dari 409 rumah, 212 bangunan rumah kantor (rukan), serta 313 unit rukan dan rumah tinggal yang disatukan. Lanjutkan membaca artikel di bawah Video Pilihan Menurut Marco, bangunan-bangunan di Pulau D hingga kini masih disegel. “Sekarang statusnya disegel karena enggak ada IMB-nya kan, itu disegel,” kata dia.